Jika anda berkunjung ke Luhak Nan Tuo Kabupaten Tanah Datar, kurang
lengkap rasanya jika tidak menikmati langsung berbagai objek wisata yang
ada di kabupaten ini. Alamnya yang asri menawarkan sejuta pesona yang
sayang jika anda lewatkan. Sawah yang menghampar luas dan berjenjang
hingga perbukitan hijau menjulang tinggi yang masih tetap perawan.
Seperti “syurga” dunia. Salah satu keindahan alam yang masih terjaga
keasliannya adalah objek wisata Puncak Pato. Objek wisata ini terletak
di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara.
Dalam sejarah Minangkabau, Puncak Pato dikenal sebagai tempat
terjadinya kesepakatan antara Kaum Adat dan Kaum Agama yang dikenal
dengan “Sumpah Sati Bukik Marapalam”, bahwa adat dan agama bukan sesuatu
hal yang dipertentangkan hingga lahirlah Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah (ASB-SBK).
Tidak sulit untuk menjangkau objek wisata ini. Dari pusat Kota
Batusangkar, ibukota Kabupaten Tanah Datar, anda hanya memerlukan waktu
sekitar 20 menit atau lebih kurang 17 km ke arah utara untuk mencapai
lokasi, melewati Kecamatan Sungayang dengan perkampungan penduduk dan
hamparan sawah. Sesekali angin sepoi-sepoi akan menerbangkan ingatan
kepada syahdunya alam Tanah Datar. Semakin dekat dengan objek wisata
tersebut, akan melewati perbukitan hijau. Jalan kabupaten cukup baik
dengan aspal mulus. Namun anda tetap harus hati-hati dan waspada.
Melewati nagari Andaleh Baruh Bukit, Kecamatan Sungayang yang berhingga
menuju Puncak Pato, jalan dengan banyak tikungan patah dan tajam
disertai pendakian akan banyak dijumpai. Apalagi jalannya agak sempit
jika dua minibus berpapasan. Dari beberapa tikungan tajam hanya terdapat
satu “kaca cembung” di tepi jalan.
Setelah memasuki gerbang yang bertuliskan “Selamat Datang di kampung
tradisional”, anda telah sampai di Puncak Pato. Masyarakatnya yang ramah
akan menyapa anda dengan penuh kekeluargaan. Di sekitar Puncak Pato
terlihat pula masyarakat yang menggarap tanah dengan menanam jagung dan
berladang. Ketika saya dan beberapa teman memasuki areal Puncak Pato, di
gerbang depan anda akan membayar uang masuk objek wisata sebesar lima
ribu rupiah per orang. Akan tetapi di objek wisata ini tidak ada karcis
tanda masuk yang diberikan petugas pintu masuk sebagai bukti anda
mengunjungi Puncak Pato. Uniknya, yang mengelola pintu masuk juga bukan
petugas berpakaian resmi objek wisata. Melainkan beberapa anak remaja
lelaki yang masih usia sekolah.
Tempat parkir khusus pengunjung pun tidak ada sama sekali. Apabila
anda ke Puncak Pato dengan kendaraan roda dua, bisa anda parkir di depan
gerbang masuk atau di dekat pos. Boleh juga dibawa ke dalam areal dan
memarkir kendaraan anda di bawah pohon rindang agar tidak panas oleh
terik matahari. Bila dengan kendaraan roda empat, anda bisa memarkir
kendaraan di sebelah ladang penduduk di bawah pohon.
Selanjutnya, anda tinggal berjalan mendaki bukit setapak demi setapak
menuju puncaknya. Rindangnya pepohonan besar tidak akan membuat anda
panas meskipun cahaya matahari tengah terik. Di kanan dan kiri jalan
setapak yang terbuat dari semen dan beton ada berjejer pepohonan yang
membuat suasana seketika menjadi sejuk tidak terkira. Beberapa menit
berjalan, anda akan sampai di Puncak Pato.
Dari sana anda akan terkesima melihat hamparan bukit hijau yang
menjulang tinggi di sekeliling Puncak Pato sebagai pasak bumi. Di
kejauhan, rumah-rumah penduduk di tepi bukit nun jauh seperti
titik-titik tinta. Jalan-jalan kampung seperti garis yang
berkelok-kelok. Di Puncak Pato, angin semilir akan membelai tubuh,
membuat anda betah untuk berlama-lama disana. Sambil menikmati eloknya
alam Puncak Pato sepertinya kurang afdal tanpa makanan sebagai cemilan
atau makan siang bersama keluarga. Disana juga disediakan beberapa buah
tempat duduk tembok. Atau jika memilih duduk di rerumputan di bawah
pohon rindang juga boleh.
Beberapa pasang muda-mudi yang tengah memadu kasih juga bisa dijumpai
disana. Sekedar berbincang-bincang atau bercengkrama dengan sang
kekasih. Remaja berpakaian seragam sekolah dengan teman-teman maupun
pacarnya tampak di beberapa sudut. Sambil menikmati Puncak Pato,
pengunjung yang kebanyakan dari kalangan anak-anak muda sesekali
mengabadikan dirinya berlatar alam Puncak Pato melalui foto di kamera
digital atau handphone.
Namun sayangnya, masyarakat, pengunjung dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tanah Datar kurang mengelola objek wisata ini dengan baik dan
lebih memikat. Hampir di semua bangunan permanen yang dibangun di Puncak
Pato kondisinya tidak terawat. Coret-coteran tangan-tangan jahil
membuat bangunan tersebut menjadi kurang indah. Ada tulisan bertuliskan
SD ini, SMP itu, SMA titik-titik. Ada juga tulisan yang membuat lucu
jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, seperti “Sutan Kayo Indak
Bapitih” (Sutan Kaya Tidak Beruang). Ditambah lagi dengan sampah plastik
berupa makanan dan minuman yang dibuang di sembarang tempat oleh
pengunjung. Tidak ditemukan juga tempat sampah di objek wisata tersebut.
Fasilitas penunjang seperti wc atau mushola pun tidak disediakan di
Puncak Pato. Praktis realita tersebut membuat objek wisata alam yang
begitu indah menjadi kurang lengkap.
Karenanya, Pemkab Tanah Datar mungkin perlu menjadikan objek wisata
Puncak Pato ini lebih baik lagi pengelolaannya. Pembangunan fasilitas
dengan membenahi segala kekurangan yang ada, sehingga keindahan alam,
semilirnya angin, benar-benar menjadi sempurna dengan kelengkapan
fasilitas. Konsep agrowisata setidaknya bisa dikembangkan di kawasan
ini. Apalagi jika dibangun penginapan bagi wisatawan, sambil menawarkan
wisata pertanian yang dikelola bersama masyarakat setempat.
Pengunjungpun bisa semakin dimanjakan dan mendapatkan pengetahuan
tentang kehidupan pertanian masyarakat. Sehingga ke depan Puncak Pato
bisa tetap menjadi “syurga” alam yang memikat hati wisatawan untuk
berwisata ke Kabupaten Tanah Datar.(*)